Menarik – Kata pertama yang terlintas dalam pikiran saya ketika melihat peserta pelatihan MKM (Menejemen Kebersihan Menstruasi) bukan saja dihadiri oleh relawan LemINA dari kaum perempuan saja melainkan para laki-laki pun dengan begitu antusias menempati kursi-kursi yang tertata rapi di ruangan lantai dua gedung Sophie Paris, terletak di jalan Veteran Utara, Makassar.
Kesan awal tersebut bukanlah tanpa alasan mengingat topik materi yang dibawakan selama dua hari pelatihan (8-9/8/2017) tersebut erat kaitanya dengan isu perempuan yaitu menstruasi. Tidak wajar rasanya melihat laki-laki berbaur di ruang publik bersama perempuan untuk mempelajari topik yang pastinya tidak mereka alami. Kondisi di luar kebiasaan ini membuat saya bertanya perlukah laki – laki terlibat?
Untuk menjawab persoalan ini nyatanya Reza Hendrawan, salah satu fasilitator MKM -UNICEF dalam penjelasannya memberikan contoh kecil bahwa alasan anak perempuan membolos bahkan enggan masuk sekolah pada saat menstruasi yaitu adanya perlakuan siswa laki -laki yang kadang mengejek mereka. Jika hal ini tetap dibiarkan nantinya akan berdampak pada keberlangsungan pendidikan siswi itu sendiri.
Bentuk kekerasan terhadap perempuan inilah menjadi alasan mengapa laki-laki perlu terlibat aktif untuk menciptakan hubungan saling menghormati. Inti dari kejadian di atas sebenarnya secara tidak langsung mengajarkan mereka pola pengasuhan yang baik dengan menanamkan nilai kepada anak laki-laki bagaimana seharusnya bersikap dan bertindak. Keterampilan asuh seperti inilah yang perlu ditekankan agar anak dapat mengerti bahwa perbuatan mem-bully yang dilakukan pada teman perempuan yang sedang menstruasi adalah sebuah kesalahan.
Tidak hanya itu, Reza Hendrawan menambahkan bahwa perlunya laki- laki memperlajari MKM yaitu mendorong adanya kesetaraan gender. Dalam pengambilan keputusan misalnya, tidak dilibatkannya perempuan dalam pembuatan keputusan dan kebijakan terkait air, sanitasi dan fasilitas kebersihan lainnya. Padahal ketika periode mentruasi, perempuan sangat membutuhkan akses tersebut untuk membersihkan diri dengan nyaman dan aman. Hal yang sama juga terjadi, kali ini berkaitan dengan adanya larangan perempuan bermain di luar ketika menstruasi. Kepercayaan seperti ini nyatanya masih dapat ditemui di lingkungan masyarakat saat ini.
Berbagai gambaran fenomena di atas perlahan mampu mengubah prespektif saya bahwa dengan melibatkan laki-laki pada isu perempuan (menstruasi) adalah hal yang wajar tanpa mengurangi sifat maskulin yang dimilikinnya. Justru melibatkan mereka sedini mungkin merupakan salah satu pendekatan strategis dalam meningkatkan kesehatan dan mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan dan anak. Namun yang perlu digaris bawahi adalah memberantas kekerasan tersebut memerlukan komitmen bersama untuk secara sungguh-sungguh, sistematis dan berkelanjutan dalam memeranginya.
Nah, melalui pelatihan MKM dukungan LemINA – UNICEF ini, secara tidak langsung memberikan wadah bagi relawan laki-laki untuk sama-sama berkomitmen secara aktif dalam pemenuhan hak perempuan dan anak. Oleh karena itu, Saskia R. Moestadjab yang juga merupaka fasilitator MKM mengajak para relawan baik laki-laki maupun perempuan untuk duduk bersama berdiskusi seputar menstruasi dan permasalahannya, merencanakan kegiatan fasilitasi MKM serta membuat lembar perencanaan MKM berpedoman pada buku “Apa itu Menstruasi” dan buku panduan MKM bagi guru dan orang tua. Diharapkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh pada pelatihan ini dapat diaplikasikan di semua wilayah program kerja LemINA kedepannya.
*Ditulis oleh relawan Sobat LemINA, Kak Nurfitriana Majid