Cerita Relawan

Untuk Senyum Anak Indonesia

Pernah mendengar kata “relawan” ? atau kalian pernah dipanggil dengan sebutan “relawan” ?

Saat mendengar kata “relawan”, apa yang terlintas dibenak teman-teman ?

Saya sangat sering mendengar kata itu dari teman-teman di sekitar saya, tapi saya tidak begitu tau apa itu relawan. Sependek pengetahuan saya, relawan itu akan selalu ada di tempat-tempat terjadinya bencana. Hingga akhirnya, saya memilih masuk ke dunia para relawan itu. Tapi, saya tidak berada di tempat terjadinya bencana.

Lalu, apa sebenarnya relawan itu ?

Saya bergabung di Sobat LemINA yaitu pada program NBS (Nulis Bareng Sobat) batch VI yaitu pada bulan September 2018. Saya punya seorang senior di kampus yang kebetulan salah satu relawan di komunitas ini, karena punya rancangan penelitian di laboratorium yang sama sehingga saya cukup dekat dengan dia, sampai akhirnya saya penasaran dan memberanikan diri untuk bertanya tentang kegiatan yang dia lakukan dan selalu di posting di story whatsappnya. Mulailah dia bercerita panjang lebar dan menawarkan saya untuk bergabung di program NBS batch VI yang saat itu sedang mengadakan perekrutan relawan. Saya mulai bertanya tentang NBS yang inti jawabannya adalah “mengajar anak-anak di sekolah dasar”. Awalnya saya tidak tertarik untuk mengajar di sekolah sebab saya tidak memiliki keahlian dibidang itu, tapi karena saat itu tidak ada jadwal perkuliahan lagi dan sangat banyak waktu kosong, dari pada terbuang percuma, jadilah saya mencoba untuk ikut mengambil peran di komunitas Sobat LemINA.

Singkat cerita, saya baru sempat hadir di minggu ke-2 program NBS, itu adalah pertama kalinya saya bertemu dengan kakak-kakak relawan yang ditugaskan di SD Inpres Katangka untuk mendampingi adik-adik kelas IV di sekolah itu, karena saya juga tidak sempat hadir saat pelatihan NBS.

Kesan pertama bertemu adik-adik di sekolah ?

Luar biasa melelahkan dan bikin pusing. Kenapa ?  Anak-anaknya susah diatur, selalu saja bertingkah di luar kendali. Mereka gemar bercanda, tapi kadang berlebihan dan membuat teman-temannya menangis. Tapi, kakak-kakak relawan yang lain selalu punya cara untuk menenangkan mereka. Sedangkan saya, hanya mengamati saja sebab tidak tau harus berbuat apa, ini pengalaman pertama saya bertemu adik-adik di sekolah.

Minggu demi minggu, bulan demi bulan berjalan. Saya banyak belajar dari kakak-kakak yang lain bagaimana cara menghadapi anak yang sedang dalam masa pertumbuhan seperti mereka. Dari merekapun saya juga tahu bahwa kita tidak boleh melabeli seorang anak dengan sebutan “anak nakal”, sebab tak ada anak yang nakal, hanya saja mereka lebih aktif dari teman-temannya yang lain. Tidak boleh marah dan mengeluarkan kata-kata yang tidak seharusnya di dengar oleh mereka, sebab itu akan mempengaruhi kepribadian mereka.

Terlalu banyak kenangan di sekolah yang tak bisa saya ceritakan satu per satu, yang pasti sangat banyak hal-hal baru yang saya pelajari dari kakak-kakak relawan dan juga adik-adik kelas IV SD Inpres Katangka. Saya yang bukan tipe orang penyabar, harus berlatih sabar saat bertemu dengan adik-adik yang super aktif. Saya yang selalu merasa demam panggung, sulit berbicara di depan orang banyak, justru diharuskan berbicara saat menyampaikan materi di depan adik-adik dan itu adalah pengalaman pertama saya.

Satu hal yang selalu saya ingat. Saat itu pertemuan perdana NBS Batch VII dengan adik-adik yang baru saja naik ke kelas IV di SD Inpres Katangka. Hari itu tak ada materi, hanya perkenalan antara kakak-kakak relawan yang baru dengan adik-adik kelas IV SD Inpres Katangka, sekaligus berbicara mengenai cita-cita. Kami meminta adik-adik menulis dan menempelkan cita-citanya di pohon cita-cita yang sebelumnya telah dipersiapkan oleh kakak-kakak relawan, tiba-tiba salah seorang siswa datang menghampiri saya, meminta saya untuk menulis dan menempelkan cita-cita saya di pohon cita-cita. Sebelum menulis, adik itu bertanya “Kak Ifa mau jadi apa ?”, sambil tersenyum saya menjawab “Kakak mau menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain.” Yah, saya punya banyak sekali cita-cita, tapi bukankah sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain ? Semoga kita semua bisa menjadi manusia yang seperti itu Aamiin.

Saya tiba-tiba teringat, saat pelatihan relawan NBS Batch VII, Kak Dede bilang seperti ini “Semua orang bisa menjadi relawan, tapi tidak semua orang mau menjadi relawan, karena akan ada banyak hal yang harus dikorbankan.”

Adik-adik yang telah saya jumpai telah banyak mengajarkan saya tentang sebuah ketulusan dan kesabaran dalam menghadapi tingkah konyol mereka, awalnya saya pikir bahwa hal itu sangat menyebalkan, tapi ternyata tidak, karena dengan tingkah itu mereka berhasil menciptakan goresan kenangan indah di hati saya.

Dibagian terakhir saya ingin bercerita tentang kakak-kakak relawan di Sobat LemINA. Saya sangat bersyukur bisa dipertemukan dengan keluarga baru di Sobat LemINA, kakak-kakak di sini semuanya ramah, yang kalau ketemu seakan sudah kenal lama, selalu berbicara tentang ini dan itu, saya bahkan cuman bisa tertawa setiap kali mendengar mereka bercerita, dibanding menjadi pembicara, saya lebih senang menjadi pendengar yang baik saat bersama mereka. Kadang juga suka merasa minder setiap kali kumpul bersama mereka, karena saya tidak terlalu aktif di komunitas ini. Tapi, saya pernah membaca postingan salah satu relawan, katanya Bunda Bunga pernah berkata “Jika kamu pergi apapun alasannya, pintu akan selalu terbuka kembali. Bukan untuk Sobat LemINA, tapi untuk anak-anak Indonesia. Untuk senyum mereka.” Ahh, semoga pintu itu selalu terbuka untuk saya setiap kali kembali ke kota ini, terima kasih pula telah mengizinkan saya menjadi bagian kecil dari komunitas yang besar ini.

Untuk seluruh relawan di Indonesia, relawan anak di Indonesia, pengabdian kalian mungkin tak akan mendapat belasan berupa materi, tapi hati kalian akan selalu merasa puas dengan hal-hal kecil yang kalian berikan untuk senyum anak Indonesia.

*Ditulis oleh Khalifah, relawan NBS batch VI di SD Katangka

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.