Anak Kerjasama

Laki-laki Sejati Peduli Menstruasi

Laki-laki Sejati Peduli Menstruasi (Sumber: Dokumentasi LemINA)

Apakah  laki-laki perlu tahu tentang menstruasi? Atau menstruasi hanya urusan perempuan saja?

Pertanyaan di atas menjadi hal menarik untuk dibahas. Selain menstruasi dianggap tabu, topik menstruasi jika dihubungkan dengan  laki-laki menjadi sesuatu yang tidak biasa. Lantas pentingkah laki-laki tahu tentang menstruasi?

Faktanya 39% anak perempuan menyatakan pernah diejek oleh temannya saat menstruasi seperti saat darah menstruasinya tembus ke baju yang dipakai. Perlakuan tersebut membuat siswa perempuan enggan ke sekolah. Hal ini terpapar dalam survei yang dilakukan oleh Yayasan Plan Indonesia bekerjasama dengan The SMERU Research Institute pada tahun 2018. Selain menemukan sebagian siswa perempuan mengalami perundungan, sebanyak 45% orang tua siswa bahkan merasa tidak perlu menjelaskan pada anak laki-laki lantaran merasa tidak pantas.

Perundungan terjadi karena ketidaktahuan anak laki-laki bahwa menstruasi adalah proses yang normal dialami oleh perempuan. Seperti  pengalaman yang dibagikan oleh Adam Danenra yang tengah duduk di bangku kelas 5 SD. Siswa yang biasa dipanggil Adam ini, bersekolah di SD  Kartika XX-I  Makassar, merupakan 1 dari 20 sekolah penerima manfaat program Manajemen Kebersihan Menstruasi (MKM) yang dilaksanakan oleh YayasanLembaga Mitra Ibu dan Anak (LemINA) atas dukungan Kedutaan Besar New Zealand melalui dana Head of embassy Fund (HEF). 

Adam tampak malu-malu dan bingung ketika fasilitator MKM mengajak ia berdiskusi tentang menstruasi melalui kegiatan Diskusi Kelompok Terfokus (DKT) bersama 9 orang temannya. DKT sendiri merupakan salah satu bagian dari kegiatan program MKM yang bertujuan untuk melakukan studi baseline dan endline tentang pengetahuan, paktik, sikap, dan kemampuan siswa menangani masalah terkait mentruasi dan MKM.

“Ih jijik,” begitulah ekspresi spontan Adam saat fasiliator MKM memperlihatkan pembalut di hadapannya. Disambut dengan suara riuh tertawa dari teman-temannya yang seakan merasakan hal yang sama.

Bahkan saat giliran ditanya tentang kegunaan pembalut, Adam  hanya menjawab dengan melemparkan  senyum sambil menggelengkan kepalanya, pertanda ia tidak tahu apa-apa meskipun ia  mengakui pernah  membantu Ibunya membelikan pembalut. Begitupun ketika fasilitator bertanya, “jika melihat teman perempuamu tembus, apa sih yang harus dilakukan?” Ekspresinya tetap sama, diam tanpa kata.

Hasil studi baseline DKT melalui wawancara mendalam dengan Adam, dan 182 siswa laki-laki lainnya, kelas 4,5, dan 6 di 20 SD menunjukkan hanya 2,7% yang bisa menjawab tentang kegunaan pembalut yaitu untuk menampung darah supaya tidak tembus atau bocor, dan hanya 1,6%  menjawab yaitu dengan bersikap sopan saat melihat darah menstruasi temannya tembus rok yang dipakai dengan tidak mengejek dan mentertawai.

Lanjut ketika fasilitator bertanya, “pertama kali tahu menstruasi dari siapa?” Hasil studi menunjukkan 34,4% paling banyak menjawab dari Ibu, sisanya mendapatkan informasi  dari guru, kakak, teman dan buku.

Data di atas menunjukkan  orang tua, khususnya Ibu, merupakan sumber informasi yang paling banyak dijadikan rujukan oleh anak terkait menstruasi, namun  tidak selalu memberikan informasi yang benar dan tepat . Akibat ketidaktahuan dan kurangnya informasi yang benar, banyak stigma, kepercayan, dan mitos terkait menstruasi justru berasal dari orang tua. Pemahaman keliru seputar menstruasi diperburuk dengan keterbatasan kualitas informasi MKM baik di rumah maupun di sekolah.


Melalui program MKM, diharapkan bisa berkontribusi pada perubahan perilaku siswa. Untuk mengukur keberhasilan program, studi endline melalui DKT kembali dilakukan. setelah siswa mendapatkan pembelajaran mentruasi dan MKM di sekolah. Hasil studi menujukkan peningkatan yaitu 46,5% siswa mengetahui tentang kegunan pembalut dan 8,5% tahu bagaimana menghadapi teman prempuan yang sedang menstruasi.

 “Setelah mendapatkan edukasi MKM, saya jadi tahu ketika teman menstruasi tidak boleh mengejek, bersikap sopan dan menawarkan bantuan seperti membelikan pembalut,” jawab Adam  dengan penuh semangat saat sesi wawancara di kegiatan Diskusi Publik yang bertempat di Hotel Pesonna, pada hari Sabtu, 25 September 2021.

Mempelajari menstruasi  juga salah satu cara menekan angka perkawinan anak usia dini. Pasalnya, anak-anak yang tidak mengenal sitem reproduksi, tidak akan mengetahui cara terjadinya kehamilan, pencegahannya, apa yang harus dilakukan, serta tanggung jawab apa yang mesti diemban sebagai seorang laki-laki.

Oleh karena itu, laki-laki sejati wajib menunjukkan kepedulian dan dukungan kepada perempuan dalam mengelola menstruasinya melalui peran mereka sebagai teman, saudara, suami dan ayah.  Jadi siapa bilang mentruasi hanya urusan  perempuan? Laki-laki juga harus tahu!

Leave a Reply

Your email address will not be published.