Hari ini, Sabtu (24/7), harinya anak-anak Makassar, hari diadakannya Festival Anak Makassar 2021 bertajuk Ceria dan Cerita dari Rumah.
Di tahun 2019, saat mengadakan festival yang sama di Benteng Rotterdam, tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa 2 tahun ke depan festival ini akan diadakan secara berbeda. Meski akan sama serunya dengan adanya penampilan anak-anak dari beberapa komunitas, termasuk anak dampingan LemINA. Kali ini dengan sesi yang paling dinanti tentunya adalah bincang santai dengan Pak Walikota. Masih harap-harap cemas terkait kehadiran Pak Walikota. Tapi apapun yang terjadi nanti, semoga anak-anak bisa tetap happy.
Pagi itu, tepatnya pukul 7:30, saya sudah bersiap meninggalkan rumah. Harus ke sekretariat LemINA mengambil bingkisan kecil, lalu bergegas menuju ke SDIT Nurul Fikri untuk mendampingi anak-anak bersama Kak Dhila. Belum juga masuk ke gerbang sekolah, seorang ibu memanggil saya, berteriak dari arah parkiran, dari satu-satunya mobil yang terparkir manis sepagi itu. “Naura sarapan dulu yaa..,” katanya. Dengan tak enak hati, saya hanya tersenyum lalu memberikan kode untuk santai saja, kemudian menaiki tangga menuju ruang guru sembari menunggu Kak Dhila datang.
Saat melakukan persiapan, kami langsung disibukkan dengan hp, komputer, dan koneksi. Beruntung, guru-guru di SDIT Nurul Fikri begitu tanggap dan kooperatif. Sementara anak-anak tidak kalah bersemangatnya. Naura bahkan sudah menyiapkan daftar pertanyaan dalam Bahasa Inggris, ditujukan ke Pak Walikota, yang spontan membuat saya kembali patah hati membayangkan bagaimana jika beliau berhalangan mengikuti bincang santai nanti.
Sesi Briefing di Sekolah
Satu dua hari sebelum Festival Anak Makassar berlangsung, relawan pendamping melakukan briefing di sekolah. Briefingnya hanya berupa berkomunikasi dengan wali kelas terkait kehadiran anak di hari-H, mengecek ketersediaan perangkat komputer dan jaringan internet, serta menjelaskan rundown acara nanti ke guru dan anak-anak. Anak-anak begitu riuh dengan pertanyaan polos di kepalanya.
“Apa benar bincang santai nanti akan ada Pak Walikota?,” tanya salah seorang siswa.
“Nanti harus bertanya apa ke Pak Walikota?,” yang ditanggapi temannya dengan komentar: “Tidak usah yang berat-berat, kita masih anak-anak!”
“Nanti kalau senyum ke Pak Walikota tidak kelihatan dong, kak. Karena kan pake masker.”
“Siapa bilang? Justru senyum yang tulus itu akan terpancar lewat mata, tidak hanya di mulut saja, seperti ini..,” kataku tersenyum sambil menyipitkan mata. Anak-anak itu lalu meniruku, menggemaskan sekali.
Antusias Meski Tanpa Pak Walikota
Meski Pak Walikota akhirnya tidak bisa ikut hadir pada sesi bincang santai, tapi toh tidak menyurutkan antusiasme anak-anak. Ibu Tenri selaku Kepala DP3A, Ibu Fadiah selaku Kepala LPA Provinsi Sulawesi Selatan, dan Dyzta selaku Ketua Forum Anak Makassar, dihujani pertanyaan terkait hobi, cita-cita, hingga tips dan motivasi agar tetap semangat belajar dari rumah.
“Pagiku cerahku, matahari bersinar, kugendong tas merahku di pundak. Selamat pagi semua, kunantikan dirimu, di depan kelasmu, menantikan kami…”
– Guruku Tersayang, cipt. Melly Goeslaw, dipopulerkan oleh AFI Junior
Lagu itu mengalun di salah satu ruang kelas di SDIT Nurul Fikri di sela perpindahan sesi Festival Anak Makassar. Sayang, tidak open mic, padahal anak-anak ikut bernyanyi dengan riang. Seolah kebosanan yang menghampiri karena harus belajar dari rumah akibat pandemi, meluruh dalam sekejap.
*ditulis oleh Kak Umroh, relawan Sobat LemINA