Problema kekerasan seksual terhadap anak ibarat lingkaran setan di Indonesia. Dari tahun ke tahun, kasus demi kasus terus bermunculan, seolah tidak ada jalan keluar yang mengakhiri lorong gelap tindakan tidak beradab tersebut.
Dalam tiga tahun terakhir saja, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan fakta tren kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur tidak kunjung menurun. Berdasarkan data KPAI tercatat 116 kasus kekerasan seksual anak pada tahun 2017 kemudian meningkat menjadi 120 kasus pada 2018. Ironisnya, di balik tragedi-tragedi tersebut ditemukan kenyataan bahwa kebanyakan pelaku kekerasan seksual terhadap anak adalah orang-orang terdekat korban. Misalnya saja guru, paman, pengasuh, keluarga dekat, serta ayah tiri atau bahkan ayah kandung.
Anak yang pernah mengalami kekerasan seksual dalam bentuk apapun, pada umumnya merasa ketakutan untuk menceritakan pengalamannya kepada orangtua. Berangkat dari maraknya isu kekerasan seksual yang menimpa anak-anak, pelaksanaan program “Aku sayang badanku” (sabtu, 24/03/18) di SDN 234 Takalar oleh para relawan LemINA (Lembaga Mitra Ibu dan Anak) merupakan salah satu edukasi untuk mencegah kekerasan seksual pada anak. Dimana, anak-anak diberi pemahaman mengenai jenis-jenis sentuhan melalui pendekatan visual, audio, serta simulasi sehingga lebih mudah dipahami.
Pemutaran video kisah si Geni dan si Aksa juga memberikan edukasi kepada para anak-anak untuk lebih menyadarkan mereka bahwa bahaya kekerasan seksual ada disekitarnya. Dalam video berdurasi 4 menit ini mengajak para anak-anak untuk tidak mudah percaya dengan orang-orang asing yang mengiming-imingi dengan makanan atau hadiah dan berupaya melecehkan anak-anak mereka. Anak-anak juga diberi pemahaman bahwa siapa saja yang boleh dan tidak boleh menyentuhnya.
Penyampaian pesan edukasi kekerasan seksual pada anak juga diberikan kepada guru-guru sekolah dasar melalaui program FGD (Focus Group Discussion) yang disampaikan oleh ibu Titin Florentina, S.Psi., M.Psi selaku relawan psikolog. Hal ini diharapkan agar guru-guru mampu menyampaikan pesan edukasi pencegahan kekerasan seksual pada siswa mereka.