Sering melihat anak-anak tidak betah duduk tenang ketika belajar? Seperti berlarian, ngobrol, membuat berbagai bunyi atau pun melakukan beberapa aktivitas lain yang mereka senangi?
Wajar jika anak-anak bersikap demikian karena lazimnya dunia anak adalah dunia bermain. Selain itu, dalam kondisi normal kemampuan rata-rata anak untuk berkonsentrasi sangatlah terbatas, sesuai dengan umur mereka.
Namun, bisakah anak fokus dalam waktu lama? Tentunya bisa, jika obyek fokus (bahan ajar) dikemas dalam bentuk sekreatif mungkin tanpa menghilangkan unsur pendidikan di dalamnya. Bisa melalui permainan, nyanyian, dongeng, pemutaran video, bermain peran dan lain sebagainya.
Dongeng adalah salah satu keterampilan yang LemINA fasilitasi untuk program ASB (Aku Sayang Badanku). Dibawah bimbingan Bapak James Frederich Kurniajaya atau akrab disapa Kak James, para fasilitator ASB yang terdiri dari sembilan relawan anak, dibekali pengetahuan bercerita melalui penggunaan wayang boneka.
Fungsi wayang boneka menurut pria yang aktif di berbagai kegiatan pustakawan Makassar ini, tidak lain sebagai media untuk menarik perhatian anak, sama halnya ketika menggunakan boneka tangan, jari atau pun boneka-boneka lucu lainnya.
Bukan hanya itu, pelatihan yang dilaksanakan di sekretariat LemINA pada Rabu (18/01/2017), mengajarkan relawan tehnik bercerita yang efektif dan mengasyikan. Bagaimana caranya? Berlatih ekspresi.
Ekspresi bisa berupa keahlian menirukan beberapa karakter tokoh atau efek suara, intonasi serta body language. Efek suara yang disampaikan hendaknya menarik, lucu dan jelas. Intonasi suara mengikuti alur cerita kapan saat bersuara keras atau lembut. Gerakan anggota tubuh pun harus jelas ketika sedang bingung, senang bahkan marah.
Jika perhatian anak-anak kembali buyar, disarankan untuk tingkatkan partisipasi anak dengan aktif memberikan pertanyaan di sela-sela cerita, meminta mereka menebak kelanjutan cerita atau libatkan anak dalam permainan peran akan sangat membantu.
Nah ketika giliran mempratekkan, beberapa relawan mengalami kesulitan membawakan dongeng yang berisi materi ASB tersebut. Kesan tidak rileks atau kaku sangat mendominasi di awal latihan.
Kak James menambahkan, kondisi seperti ini juga perlu diperhatikan karena jika terus dibiarkan, para relawan akan menemukan kesulitan seperti lupa dengan alur cerita yang disampaikan sehingga dongeng pun terkesan membosankan.
Namun tidak perlu khawatir, kemauan untuk terus berlatih dan saling menyengamati diantara relawan begitu terasa pada aktivitas ini.
Hasilnya, bisa terlihat pada sesi latihan yang kedua di Benteng Fort Rotterdam pada Senin (23/01/2017), dimana kepercayaan diri relawan untuk tampil semakin besar. Sama besarnya dengan harapan mereka untuk terus meningkatkan jumlah anak yang teredukasi dari bahaya kekerasan seksual lewat keterampilan dongeng yang mereka miliki.
*Ditulis oleh relawan Sobat LemINA, Kak Nurfitriana Majid