Lembaga non pemeritahan internasional AIESEC kembali mengelar kegiatan Youth Speak Forum Makassar 2016 dikhususkan kepada para mahasiswa dan komunitas antar kampus dengan tema “Setting Mindset to Fight Poverty” pada Sabtu, (19/11). Kegiatan ini terbagi menjadi tiga sesi yaitu seminar, pelatihan dan reward, dengan fokus yang berbeda untuk masing-masing sesi.
Youth Speak Forum atau dikenal dengan singkatan YSF merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Walk for SDGs yang diadakan oleh AIESEC Unhas di Anjungan Losari pada bulan September lalu. Acara yang difasilitasi oleh PT Telkomsel ini bertujuan memberikan kesempatan kepada para generasi muda untuk memberikan solusi pada permasalahan sosial dan kemiskinan yang ada di sekitar mereka sehingga nantinya dapat ditindaklanjuti pemerintah dan pihak terkait lainnya.
”Memang tugas pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan dan masalah sosial lainnya. Akan tetapi bila tidak mendapat dukungan dari anak muda, masyarakat dan pihak terkait maka akan sulit tercapai” kata bapak wakil wali Kota Makassar Syamsu Rizal saat membuka kegiatan di Aula Prof. Amiruddin FK. Unhas.
Apa yang disampaikan oleh bapak wakil wali kota yang akrab disapa Daeng Ical tersebut merupakan poin penting yang perlu kita renungkan. Sebab, permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional. Oleh karena itu, dukungan dari berbagai elemen masyarakat dalam upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan, dua diantaranya yaitu dengan menggali potensi masyarakat dalam mengembangkan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan aktif memberikan penyuluhan kewirausahaan bagi pemilik modal dan usaha seperti yang dijelaskan oleh owner Browcyl Makassar, Rachmat Almuarrif selaku pembicara dalam sesi seminar awal kegiatan ini.
Sementara Ketua Komunitas Gerakan 1.000 Guru, Andi Appi Patongai juga bertindak sebagai pembicara menyatakan bahwa mengentaskan kemiskinan itu perlu dukungan pendidikan. Mahalnya biaya dan kurangnya akses pendidikan, mengakibatkan masyarakat miskin tidak dapat menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Akhirnya, kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahnya tingkat pendidikan seseorang. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.
Sungguh,pemandangan yang begitu indah melihat para pembicara yang penuh ekspresif, antusias, dan optimis saat membawakan materi seakan me- recharge. semangat para peserta YSF pagi itu. Kegiatan inipun semakin menarik diikuti, dikala peserta diajak untuk sharing ideas lewat sesi pelatihan. Pada sesi ini, para peserta yang hadir dibagi menjadi enam kelompok dan setiap kelompok diberi kesempatan beradu ide untuk memecahkan isu penting terkait masalah pembagunan. Kelompok dengan ide paling brilian akan berkesempatan berkompetisi pada ajang IYYS 2016 (IndonesiaYouth Speak Summit) di Jakarta.
Namun, suasana yang cukup berbeda justru nampak pada sesi reward di penghujung kegiatan ini. Perasaan gugup, cemas, dan deg-deg kan saat menunggu pengumuman juara adalah sesuatu yang tidak bisa ditutupi oleh para peserta YSF yang didominasi mahasiswa itu. Hal yang sama juga diperlihatkan oleh para perwakilan nominasi AIESEC Community Award yang hadir seperti Sobat LemINA (Lembaga Mitra Ibu dan Anak), SIGI (Sahabat Indonesia Berbagi), Sokola Kaki Langit, AMSA-Indonesia (Asian Medical Students’ Association), Aksi Indonesia Muda, dan 1.000 Guru Sulsel ketika menunggu pengumuman pemenang pada dua kategori penghargaan komunitas yaitu youth favorite community award dan the best social contribution award.
Dari ke enam perwakilan komunitas di atas, Sobat LemINA memenangkan AIESEC Community Award pada kategori social contribution atau sebagai komunitas dengan kontribusi sosial terbaik. Kemenangan ini dinilai melalui berbagai aktivitas sosial dan program kerja Sobat LemINA yang berfokus pada bantuan, pelayanan, dan peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan ibu dan anak-anak miskin khususnya di Sulawesi Selatan yang sekaligus sebagai bukti support LemINa pada pelaksaanan program SDGs untuk Indonesia yang lebih baik. Gambaran seputar program kerja tersebut dipaparkan dan dipublikasikan oleh sobat LemINa dalam bentuk essay dan video sebagai persyaratan mutlak kompetisi ini. PR & Community Manager AIESEC Unhas, Ivonnge Kurnia Tonglo menuturkan, essay dan video Sobat LemINA yang dikirim ke panitia AIESEC sangatlah keren sehingga ucapan selamat dan apresiasipun terlontar dari gadis berumur 20 tahun ini.
Namun, kemenangan tersebut tidak lantas membuat Sobat LemINa berpuas diri. Justru kemenangan ini menjadi suplemen pemacu bagi para relawan LemINA untuk tetap menjaga energi positif dalam rangka memberikan pelayanan terbaik untuk senyum anak Indonesia. Sebab keren itu tidak bisa diukur dari bagusnya rancangan kegiatan atau banyaknya komunitas yang kita ikuti melainkan sejauh mana kita mampu istiqomah untuk tetap menjadi pribadi yang bermanfaat dan bernilai bagi masyarakat dan bangsa .
_Nurfitriana Abd.Majid_